Rabu, 13 Agustus 2014

KISAH NYATA 4 KALI MENGALAMI SIKSA SAKARATUL MAUT YANG MENGERIKAN

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim .. 
Sakratul maut merupakan sebuah peristiwa luar biasa berat yang dihadapi oleh setiap manusia. Biasanya, keadaan sakratul maut yang dihadapi oleh seseorang ditentukan oleh amal perbuatannya selama hidup di dunia.
Bagi orang-orang yang hidupnya penuh dengan maksiat, dapat dipastikan orang tersebut akan menghadapi sakratul maut dengan berat dan menyakitkan. Tetapi, bagi orang yang selama hidupnya taat beribadah kepada Allah swt, insya Allah sakaratul maut yang dihadapinya lebih ringan.

Cerita ini merupakan kisah nyata yang saya dapatkan dari seorang kawan saya yang bekerja di rumah sakit di Jawa Timur, Ia bernama Abdul Ghofur. Di rumah sakit tersebut Ghofur bekerja sebagai pembimbing rohani yang bertugas memberikan bimbingan agama Islam kepada para pasien.

Salah satu tugasnya adalah menemani dan membimbing orang-orang yang sedang mengalami sakratul maut.
Menurut, ceritanya ini merupakan pengalaman unik satu-satunya yang pernah ia temui selama dua tahun bertugas membimbing orang-orang sakit dan orang-orang yang sedang mengalami sakratul maut. Ghofur meminta kepada penulis untuk mengganti nama pasien dan merahasiakan nama daerah kejadian.

Pada suatu pagi di tahun 1999 yang lalu, seperti biasa, Ghofur pergi kerumah sakit tempatnya bekerja. Rupanya, hari itu datang seorang pasien baru, yang bernama Romi. Pasien tersebut menderita penyakit Leukimia yang sudah parah.

Menurut keluarganya, sebelum dibawa kerumah sakit Romi sudah satu bulan dirawat di rumahnya. Karena semangkin hari sakit yang dideritanya semakin parah, para tetangga memberikannya saran kepada keluarganya agar secepatnya membawa Romi ke rumah sakit.

Sampai dirumah sakit, Romi langsung dirawat di ruang ICU, tubuhnya yang besar tampak pucat dan lemah, tetapi sorot matanya seolah tidak mau diam. Dihidungnya terpasang pipa oksigen, dan tangannya terpasang pipa infus.

Seperti para pasien lainnya, beberapa jam setelah Ia masuk rumah sakit dan mendapatkan perawatan secukupnya dari para dokter, Romi mendapat bimbingan agama Islam dari rumah sakit itu. Kebetulan Ghofur lah yang mendapatkan tugas membimbing laki-laki yang bertubuh besar itu.

Ketika pertama kali Ghofur mendatangi Romi. Romi sudah menunjukan sikap yang kurang bersahabat, tidak seperti pasien lain yang selalu merasa senang didatangi petugas rumah sakit.
Ghofur sempat merasa sedikit takut melihat wajah pasien yang tidak sedikitpun memberikan senyum kepadanya. Apa lagi ketika Ghofur melihat sekujur tubuh lelaki itu dipenuhi dengan berbagai gambar tato. Sisa-sisa bekas tato yang keras dan besarpun masih sedikit tampak pada tubuh itu, seolah memberi isyarat siapa laki-laki itu sebenarnya.

Setelah mengucapkan salam dan memperkenalkan diri, Ghofur pun mulai memberikan bimbingan agama Islam kepada Romi.
“Sebagai sesama muslim saya hanya mengingatkan, banyak-banyaklah berdo’a, sebab semua penyakit itu datangnya dari Allah, sehingga hanya Allahlah yang mampu mencabut kembali. Jangan lupa pula beristigfar. Kita sebagai manusia tentu tidak luput dari segala dosa dan kesalahan.

Mudah-mudahan saja dengan istigfar Allah mau mengampuni dosa-dosa yang pernah kita perbuat,” ucap Ghofur mencoba memulai memberikan bimbingan keagamaannya.

“Sudah mas? Kamu itu emangnya siapa ? Saudara saya bukan, tetanggapun bukan, berani benar menasehati saya!” ujar Romi kesal.

Ghofur terkejut mendengar sambutan yang tidak bersahabat dari pasien baru itu, ia tidak menyangka seorang pasien yang terkulai lemah tanpa daya masih menunjukan kesombongannya di hadapan orang lain, terlebih dihadapan orang yang berniat membantu memberikan bimbingan keagamaan kepadanya.

“Saya hanya hamba Allah yang kebetulan di tugaskan memberikan bimbingan keagamaan kepada sertiap pasien yang beragama Islam. Saya hanya mneginginkan setiap pasien merasa tentram dan nyaman hatinya meskipun sedang sakit,” Jawab Ghofur merendah.
“Mana ada orang sakit yang tenteram dan nyaman, kalau orang macam begitu ‘sok memberikan nasehat seperti itu. Kalau kamu mau berkhotbah di masjid, jangan bawa-banwa khotbah kesini!”. Ujar Romi dengan marahnya.

Ghofur tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Ia hanya dapat bersabar sambil tidak berhenti-hentinya mengucapkan istighfar dalam hati.
“Baiklah kalau anda merasa terganggu dengan kehadiran saya, saya minta maaf. Saya hanya bisa mendo’akan semoga anda lekas sembuh”, ucap Ghofur mengakhiri percakapan diantara mereka. Ghofurpun berlalu meninggalkan lelaki yang tampak masih kesal itu.
Rupanya sakit yang diderita oleh Romi terbilang sudah sangat parah, sehingga peluang untuk sembuh sangat kecil. Bahkan, satu minggu setelah kedatangannya di rumah sakit, sakit Romi akhirnya tidak bisa ditolong lagi.

Pada siang yang panas itu, Romi harus berjuang menghadapi pedih dan sakitnya sakratul maut.

Beberapa perawat (suster) dan keluarga Romi ikut membantu menemani Romi menghadapi sakratul maut. Tidak ketinggalan, Ghofur juga di tugaskan membimbing lelaki itu mengajarkan kalimat-kalimat talkin, agar sakratul maut yang dihadapinya bisa lebih mudah. “Laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah …,” bisik Ghofur berulang-ulang ditelinga Romi. Para perawat dan keluarga Romi ikut membimbing Romi mengucapkan talkin.

Romi Tak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya mengerang menahan sakit dengan membuka mulut lebar-lebar, seolah menjerit kesakitan. Begitupula matanya membelalak terbuka lebar, seperti orang yang sangat ketakutan.

“Nyebut-nyebut, Rom. Nyebut!” Ujar ibunya meminta anaknya menyebut kalimat-kalimat talkin. “Laa ilaaha illallah, laa ilaaha illallah …” Ghofur terus mmebisikan talkin di telinga Romi.

Meskipun orang disekeliling Romi terus berusaha mengajarinya mengucapkan talkin, tetapi Romi tetap saja tidak mampu mengucapkannya. Dari mulutnya hanya terdengar erangan-erangan berat menahan rasa sakit yang amat sangat.

Waktu terus berlalu, setelah beberapa jam menahan pedihnya sakratul maut, akhirnya Romi menghebuskan nafas terakhirnya, dengan erangan panjang yang sangat memiriskan hati orang-orang yang melihat dan mendengarnya.

“hhhrrrrrrggggggghhhhh ….!” Suara erangan panjang dari suara Romi. “Alhamdulillah …” Ucap Ghofur dan para perawat menunjukan rasa syukur atas berakhirnya penderitaan yang dialami Romi dalam menghadapi sakratul maut.

Ghofur segera mengusap wajah Romi untuk menutup matanya yang masih terbelalak lebar. Para perawatpun mulai sibuk membuka pipa oksigen yang terpasang di hidungnya dan pipa infus yang terpasang di tangannya. Semua orang yang hadir di ruangan itu yakin kalau Romi memang sudah meninggal.

Setelah semua peralatan yang semula terpasang di tubuh Romi di lepas para perawat segera meninggalkan ruangan. Sementara itu Ghofur segera menutup jasad Romi dengan kain putih, menunggu ambulan yang akan membawanya setelah keluarga Romi mengurusi semua biaya perawatan Romi di rumah sakit tersebut.

Kira-kira sepulu menit setelah melepas nafas terakhirnya, tiba-tiba tubuh Romi yang tertutp kain putih itu bergerak-gerak kembali. Ghofur dan keluarga Romi yang kebetulan masih berada di ruang itu terkejut bukan kepalang.

Ghafur setelah mendatangi tubuh yang dikiranya sudah mati itu. Ia membuka kain putih penutup tubuh Romi yang kesakitan menahan pedihnya sakratul maut pertama tadi. Ghafur terheran-heran, sebab ia yakin tadi Romi benar-benar sudah meninggal.
Pengalamannya selama ini dalam membimbing orang sekarat telah membuatnya hapal benar, bagaimana keadaan orang yang melepaskan nafas terakhirnya dan mati. Tetapi kini keajaiban telah terjadi di depan matanya.

Ghafur segerah memanggil para perawat dengan menekan tombol yang ada di dinding ruang itu. “Dia hidup lagi,” Kata Ghafur kepada para perawat yang tergesa-gesa masuk ruangan.
Para perawat segera memasangkan kembali pipa infus dan oksigen ketangan dan kemulut Romi. Ghafur kembali membimbing Romi dengan membisikan kalimat Talkin ke telinga lelaki yang kesakitan itu.

“Laa illaha illallah, laa ilaaha illallah …” bisik Ghafur berulang-ulang. Keluarga Romipun ikut membantu membimbing mengucapkan kalimat-kalimat talkin. Akan tetapi, Romi tetap saja tidak mampu mengucapkannya. Ia hanya terus mengerang, menahan rasa pedih yang sungguh menyakitkan. Mata dan mulutnya terbuka lebar.
Ibu Romi tidak dapat menahan tangisnya menyaksilan anaknya menderita kesakitan menghadapi sakratul maut. Wanita itu menatap anaknya dengan tatapan sayu sambil sekali-kali menyeka air mata yang terus merembes di sudut matanya.

“Hhhhrrrgggrgrggggghhhhh …” Orang yang hadir di ruangan itu merasa lega melihat Romi mengakhiri penderitaan sakratul mautnya. Ghofur dan para perawat memeriksa dengan teliti tubuh Romi untuk memastikan keadaan Romi yang sebenarnya.

Ternyata secara medis Romi memang sudah tidak bernyawa. Tetapi para perawat tidak mau mencabut dulu pipa infus dan oksigen yang menempel di tubuh Romi, karena khawatir kalau-kalau kejadian seperti tadi terulang lagi.

Akhirnya jasad Romi dibiarkan beberapa saat di tempat tidurnya. Kurang lebih sepuluh menit kemudian, jasad itu bergerak-gerak kembali, seolah ada ruh baru yang dimasukan kembali ke jasad yang sudah meninggal itu.

Orang-orang yang hadir di ruangan itu segera mengerumuni jasad Romi lagi, mereka kembali membimbing Romi yang kesakitan. Setelah lebih dari dua jam, Jasad Romi baru bisa mengembuskan nafasnya yang terakhir.

Ghofur dan para perawat kembali memeriksa kondisi jasad Romi, Setelah memastikan jasad itu sudah meninggal, mereka membiarkan lagi jasad itu tergeletak di atas tempat tidurnya. Mereka tetap khawatir kalau-kalau jasad itu bergerak kembali.

Ternyata dugaan mereka benar. Setelah sepuluh menit dibiarkan, lagi-lagi jasad Romi bergerak dan mulutnya mengerang kesakitan. Persis kejadian sebelumnya, orang-orang disekitar ruangan itu berusaha membimbing Romi, tapi Romi tetap saja menahan kesakitan.

Dua jam kemudian Romi benar-benar menghembuskan nafasnya yang terakhir, setelah empat kali merasakan pedihnya sakratul maut.
Jasad Romipun dibiarkan di tempat tidurnya, mereka khawatir kalau-kalau jasad Romi kembali bergerak. Tetapi setelah berjam-jam dibiarkan dan tidak bergerak kembali, para perawat segera mencabut pipa infus dan oksigen dari tangan dan mulut Romi.
Ghofur yang sudah berpengalaman menangani orang-orang yang sedang sakratul maut, yakin kalau kejadian yang baru saja disaksikan merupakan kehendak Allah atas perbuatan yang dilakukan Romi selama masa hidupnya.

Ghofur tahu, biasanya keadaan sakratul maut seseorang menjadi cermin dari perbuatan semasa hidup. Karena itu Ghofur ingin sekali mengetahui bagaimana kehidupan Romi semasa hidupnya.
Sebelum kelaurga Romi membawa jasad Romi pulang ke rumahnya, Ghofur sempat mendatangi keluarga Romi. Kepada mereka Ghofur terus terang bertanya apa yang telah dilakuakan oleh Romi sehinga ia harus mengalami penderitaan yang bergitu berat dalam menghadapi sakratul maut.

Kepada Ghofur akhirnya salah seorang keluarga Romi menceritakan bahwa anaknya selama hidupnya penuh dengan perbuatan maksiat. Setiap hari anaknya mencari uang dengan cara memaksa orang-orang di pasar untuk memberikan uang kepadanya.
Hampir semua orang dipasar takut kepadanya. Selain itu juga anaknya suka berjudi dan mabuk-mabukan. Setiap malam, anaknya menghabiskan waktunya di meja judi ilegal dibelakang pasar, dan pulang ke rumah dalam keadaan mabuk berat.

Dari cerita yang diuangkapakan oleh keluarga Romi itulah kini Ghofur tahu apa yang selama hidupnya dikerjakan oleh Romi. Maka tidak heran jika ketika menghadapi sakratul maut, ia merasakan kepedihan yang amat sangat, kerena harus merasakan ruhnya di cabut sebanyak empat kali.

Semoga kisah ini memberikan iktibar atau pelajaran bagi kita semua. aamiin …

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. (Al An Aam 93)

~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ..
( Na'udzubillah & Semoga Bermanfaat )
Wallahu a'lam bishshawab,
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ...

INILAH RAHASIA MENGAPA SHALAT HARUS DI AWAL WAKTU

Rasulullah saw sangat menganjurkan umatnya untuk melaksanakan shalat fadhu di awal Seperti yang beliau sabdakan,”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Swt adalah Shalat pada waktunya, Berbakti kepada kedua orang tua, dan Jihad di jalan Allah Swt.”
(HR Bukhari & Muslim)

Ternyata anjuran tersebut ada hikmahnya. Menurut para ahli, setiap perpindahan waktu sholat, bersamaan dengan terjadinya perubahan tenaga alam dan dirasakan melalui perubahan warna alam. Kondisi tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan, psikologis dan lainnya. Berikut ini kaitan antara shalat di awal waktu dengan warna alam.

Waktu Subuh
Pada waktu subuh, alam berada dalam spektrum warna biru muda yang bersesuaian dengan frekuensi tiroid (kelenjar gondok). Dalam ilmu Fisiologi (Ilmu biologi yang mempelajari berlangsungnya sistem kehidupan) tiroid mempunyai pengaruh terhadap sistem metabolisma tubuh manusia. Warna biru muda juga mempunyai rahasia tersendiri berkaitan dengan rejeki dan cara berkomunikasi. Mereka yang masih tertidur nyenyak pada waktu Subuh akan menghadapi masalah rejeki dan komunikasi. Mengapa? Karena tiroid tidak dapat menyerap tenaga biru muda di alam ketika roh dan jasad masih tertidur. Pada saat azan subuh berkumandang, tenaga alam ini berada pada tingkatan optimal. Tenaga inilah yang kemudian diserap oleh tubuh kita terutama pada waktu ruku dan sujud.

Waktu Zuhur
Alam berubah menguning dan ini berpengaruh kepada perut dan sistem pencernaan manusia secara keseluruhan. Warna ini juga punya pengaruh terhadap hati. Warna kuning ini mempunyai rahasia berkaitan dengan keceriaan seseorang. Mereka yang selalu ketinggalan atau melewatkan sholat Zuhur berulang kali akan menghadapi masalah dalam sistem pencernaan serta berkurang keceriaannya.

Waktu Ashar
Alam berubah lagi warnanya menjadi oranye. Hal ini berpengaruh cukup signifikan terhadap organ tubuh yaitu prostat, rahim, ovarium/ indung telur dan testis yang merupakan sistem reproduksi secara keseluruhan. Warna oranye di alam juga mempengaruhi kreativitas seseorang. Orang yang sering ketinggalan waktu Ashar akan menurun daya kreativitasnya. Di samping itu organ-organ reproduksi ini juga akan kehilangan tenaga positif dari warna alam tersebut.

Waktu Maghrib
Warna alam kembali berubah menjadi merah. Sering pada waktu ini kita mendengar banyak nasehat orang tua agar tidak berada di luar rumah. Nasehat tersebut ada benarnya karena pada saat Maghrib tiba, spektrum warna alam selaras dengan frekuensi jin dan iblis. Pada waktu ini jin dan iblis amat bertenaga karena mereka ikut bergetar dengan warna alam. Mereka yang sedang dalam perjalanan sebaiknya berhenti sejenak dan mengerjakan sholat Maghrib terlebih dahulu. Hal ini lebih baik dan lebih selamat karena pada waktu ini banyak gangguan atau terjadi tumpang-tindih dua atau lebih gelombang yang berfrekuensi sama atau hampir sama dan bisa menimbulkan fatamorgana yang bisa mengganggu penglihatan kita.

Waktu Isya
Pada waktu ini, warna alam berubah menjadi nila dan selanjutnya menjadi gelap. Waktu Isya mempunyai rahasia ketenteraman dan kedamaian yang frekuensinya sesuai dengan sistem kontrol otak. Mereka yang sering ketinggalan waktu Isya akan sering merasa gelisah. Untuk itulah ketika alam mulai diselimuti kegelapan, kita dianjurkan untuk mengistirahatkan tubuh ini. Dengan tidur pada waktu Isya, keadaan jiwa kita berada pada gelombang Delta dengan frekuensi dibawah 4 Hertz dan seluruh sistem tubuh memasuki waktu rehat. Selepas tengah malam, alam mulai bersinar kembali dengan warna-warna putih, merah jambu dan ungu. Perubahan warna ini selaras dengan kelenjar pineal (badan pineal atau “mata ketiga”, sebuah kelenjar endokrin pada otak) kelenjar pituitary, thalamus (struktur simetris garis tengah dalam otak yang fungsinya mencakup sensasi menyampaikan, rasa khusus dan sinyal motor ke korteks serebral, bersama dengan pengaturan kesadaran, tidur dan kewaspadaan) dan hypothalamus (bagian otak yang terdiri dari sejumlah nucleus dengan berbagai fungsi yang sangat peka terhadap steroid, glukokortikoid, glukosa dan suhu). Maka sebaiknya kita bangun lagi pada waktu ini untuk mengerjakan sholat malam (tahajud).

Kita sebagai umat Islam sepatutnya bersyukur karena telah di’karuniakan’ syariat shalat oleh Allah Swt sehingga jika dilaksanakan sesuai aturan maka secara tak sadar kita telah menyerap tenaga alam ini. Inilah hakikat mengapa Allah Swt mewajibkan shalat kepada kita sebagai hambaNya. Sebagai Pencipta Allah swt mengetahui bahwa hambaNya amat sangat memerlukan-Nya. Shalat di awal waktu akan membuat badan semakin sehat. Silahkan di share kepada keluarga dan teman-teman. Semoga bermanfaat.

21 MACAM KEADAAN DIBANGKITKAN DI AKHIRAT KELAK

Setelah semua mahkluk yang bernyawa dialam nyata ini mati dan hancur binasa, Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat Israfil untuk meniupkan angin Sangkakala yang hebat itu untuk menghidupkan semula semua mahkluk yang sudah mati.

Israfil meniup dan berteriak dengan sekuat-kuatnya: "Wahai nyawa yang telah keluar dari badan, tulang-tulang yang telah reput luluh, tubuh yang telah buruk, urat yang telah putus berkecai, kulit-kulit yang telah pecah hancur, rambut-rambut yang telah luruh!

Bangunlah kamu semua untuk menjalani hukuman dari Allah s.w.t. yang menjadi Hakim Besar dan Raja kepada semua raja!".
Maka dengan tiba-tiba mereka pun tegak bangun berdiri. Mereka lihat langit, didapati langit berjalan-jalan, mereka lihat bumi, didapati bertukar wajah, tidak seperti bumi yang dahulu. Dilihat bintang-bintang, semuanya telah berhimpun di satu kawasan dengan padatnya. Dilihat laut terdapat api yang sedang bernyala-nyala diatasnya. Dilihat Malaikat Zabaniah telah berada dihadapan mereka. Dilihat matahari telah hilang cahayanya.

Maka sedarlah dan tahulah mereka bahawa mereka berada ditempat yang dijanjikan kiamat.Lantas mereka berkata:
"Inilah dia sebagaimana yang telah Allah janjikan dan inilah menunjukkan kebenaran para Rasul."

Seperti yang telah Allah sebutkan dalam Al-Quran: "Mereka berkata: Aduhai celakanya kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari kubur tempat tidur kami?, Lalu dikatakan kepada mereka: "Inilah dia yang telah dijanjikan oleh Allah Yang Maha Pemurah dan benarlah berita yang disampaikan oleh Rasul-rasul !" (Yassin, Ayat: 52)
Mereka pun keluar dari kubur tanpa pakaian, tidak berkasut dan sebagainya. Mereka bertelanjang bulat tanpa seurat benang pun dibadan. Dalam masa bangkit itu, manusia dalam keadaan bermacam-macam rupa.

1. Sesetengah mereka ada yang berupa kera karena di dunia mereka suka membuat fitnah kepada orang lain.

2. Ada yang berupa khinzir karena suka makan rasuah ketika menjalankan hukuman.

3. Ada yang buta mata karena keterlaluan pada menghukum manusia.

4. Ada yang pekak dan bisu karena mereka hairan dengan amalan yang mereka lakukan.

5. Ada yang mengalir daripadanya nanah dan darah yang amat busuk dan sentiasa menikam-nikam lidah sendiri.Ini adalah kumpulan ULAMA yang bercakap dan mengajar tetapi perbuatannya tidak sama dengan apa yang diucapkan.

6. Ada pula yang luka-luka seluruh badan karena suka menjadi saksi bohong.

7. Ada yang telapak kaki mereka terletak didahi dan terikat kepada ubun-ubun mereka serta menjadi sangat busuk, lebih busuk daripada bangkai. Mereka adalah orang yang sanggup membeli dunia dengan akhirat (mencari kemewahan dunia dengan memperalatkan agama).

8. Ada seperti orang mabuk, rebah ke kiri, rebah ke kanan terhuyung-hayang. Mereka inilah yang sanggup menyimpan harta dari belanjakan ke jalan Allah.

9. Ada yang berkeadaan benar-benar mabuk,orang ini suka bercerita-cerita dalam masjid akan hal dunia.

10. Ada yang berupa khinzir karena suka makan harta riba.

11. Ada yang tidak bertangan dan tidak berkaki. Mereka ini suka menyakiti orang-orang sekampungnya.

12. Ada yang berupa khinzir karena mereka mempermudah-mudahkan sembahyang lalai dalam sembahyang)

13. Ada pula yang bangkit dengan perut mereka penuh dengan ular dan kala jengking yang sentiasa mengigit-gigit dan menyengat-nyengat. Mereka ini di dunia payah hendak mengeluarkan zakat.

14. Ada yang berkeadaan dimana darah yang amat busuk sentiasa keluar dari mulut mereka.Orang ini suka berbohong dalam perniagaan.

15. Ada yang sampai terasing daripada manusia serta badannya sangat busuk dari bangkai. Mereka ini suka menyembunyikan maksiat karena takutkan manusia,tidak takut pada Allah.

16. Ada yang terpotong halkum,keadaannya tercerai dari leher. Orang ini selalu sanggup untuk bersaksi bohong.

17. Ada yang bangun dari kubur tiada berlidah dan mengali darah busuk dari dalam mulutnya. Orang itu malas mengucap kalimah syahdah.

18. Ada pula yang berjalan dengan kepala di bawah dan kaki di atas langit.Darah dan nanah sentiasa mengalir dari kemaluan mereka.Mereka itu suka berbuat zina semasa hidup.

19. Ada yang berkeadaan muka hitam dan perutnya penuh dengan api neraka.Mereka ini suka memakan harta anak yatim secara zalim.

20. Ada pula yang bangun dengan mengidap penyakit kusta dan sopak. Mereka inilah yang derhaka terhadap kedua ibu bapanya.

21. Ada yang gigi mereka seperti tanduk lembu, lidah mereka terjelir hingga ke perut, najis dan kencing sentiasa keluar dari perut mereka. Mereka adalah orang yang suka meminum arak.semoga kita tergolong dalam golongan yang segera menginsafi diri dan bertaubat di atas dosa dan pengkhianatan yang dilakukan terhadap sesama manusia.

Barakallahufikum ....
Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

KEUTAMAAN SHOLAT DHUHA

Permasalahan shalat Dhuha akan saya salinkan secara ringkas dari kitab
Shalatut Tatawwu' Mafhumun, wa Fadhailun, wa Aqsamun, wa Anwa'un, wa Adabun
fi Dhauil Kitabi wa Sunnah, edisi Indonesia Kumpulan Shalat Sunnah dan
Kutamaannya oleh Dr.Said bin Ali bin Wahf Al-Qathhani, penerbit Darul Haq

HUKUM SHALAT DHUHA
Shalat Dhuha hukumnya sunnah muakkad (yang ditekankan) [Majmu' Fatawa Imam
Abdul Aziz bin Baz, 11:399]. Karena Nabi melakukannya, menganjurkan para
sahabat beliau untuk melakukannya dengan menjadikannya sebagai wasiat.
Wasiat yang diberikan untuk satu orang oleh beliau, berarti juga wasiat
untuk seluruh umat, kecuali bila ada dalil yang menunjukkan kekhususan
hukumnya bagi orang tersebut. Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu yang menceritakan : "Kekasihku Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam memberi wasiat kepadaku dengan tiga hal yang tidak pernah
kutinggalkan hingga meninggal dunia : Puasa tiga hari dalam sebulan, dua
rakat'at shalat Dhuha, dan hanya tidur setelah melakukan shalat Witir"
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Oleh Al-Bukhari no. 1981.
Diriwayatkan oleh Muslim no. 721, telah ditahrij sebelum ini].

Imam An-Nawawi Rahimahullah mengunggulkan pendapat bahwa shalat Dhuha itu
hukumnya sunnah muakkad, setelah beliau membeberkan hadits-hadits dalam
persoalan itu. Beliau menyatakan : "Hadits-hadits itu semuanya sejalan,
tidak ada pertentangan diantaranya bila diteliti. Walhasil, bahwa shalat
Dhuha itu adalah sunnah muakkad" [Syarah An-Nawawi atas Shahih Muslim 5/237
dan lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar 3/57]

KEUTAMAAN SHALAT DHUHA
Teriwayatkan dalam hadits-hadits shahih di atas dan hadits-haits berikut.

1. Hadits Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam beliau bersabda.

"Artinya : Pada setiap pagi, setiap sendi tubuh bani Adam harus bersedekah.
Setiap tasbih bisa menjadi sedekah. Setiap tahmid bisa menjadi sedekah.
Setiap tahlil bisa menjadi sedekah. Setiap takbir bisa menjadi sedekah.
Setiap amar ma'ruf nahi munkar juga bisa menjadi sedekah. Semua itu dapat
digantikan dengan dua raka'at yang dilakukan pada waktu Dhuha" [Diriwayatkan
oleh Muslim dalam kitab Shalat Al-Musafirin wa-Qashriha, bab Istihbab Shalat
Adh-Dhuha no. 720].

5. Hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu tentang keutamaan shalat Dhuha
bagi orang yang duduk di masjid sesudah Shubuh hingga terbit matahari.
Rasulullah bersabda.

"Artinya : Barangsiapa melakukan shalat Shubuh berjama'ah, kemudian duduk
dan berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari, kemudian ia shalat dua
raka'at, ia akan memperoleh pahala ibadah haji dan umrah, sempurna, sempurna
dan sempurna" [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-Jum'at bab Ma
Dzukira Mimma Yustahabu Minal Julus fil Masjid ba'da Shalat Ash-Shubhi hatta
Tathlu'a Asy-Syamsu no. 586, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan
At-Tirmidzi 1/181 dan saya mendengar Al-Imam Ibnu Baz rahimahullah
menghasankannya karena banyak jalannya]

WAKTU SHALAT DHUHA
Waktu shalat Dhuha dari mulai meningginya matahari satu tombak hingga
sebelum matahari berada di tengah langit, sebelum tergelincir. Yang paling
afdhal, melakukan shalat itu ketika matahari sedang terik menyengat.
Dasarnya adalah hadits Zaid bin Arqam Radhiyallahu 'anhu yang menceritakan
bahwa Nabi bersabda.

"Artinya : Shalat orang-orang yang khusu' beribadah adalah pada waktu
anak-anak unta (fishal) kepanasan" [Tarmidhul Fishal, yaitu disaat terik
panas tiba sehingga anak unta merasa kepanasan kakinya, lihat Syarah
An-Nawawi atas Shahih Muslim 6/276]

Dalam lafazh lain disebutkan.
"Artinya : Shalat orang-orang yang khusu beribadah adalah ketika anak-anak
unta (fishal) kepanasan" [Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalat
Al-Musafirin, bab Shalat Al-Awwabin hina Tarmidhul Fishal no. 748]

Barangsiapa yang melakukan shalat itu setelah matahari meninggi hingga satu
tombak, tidak mengapa. Namun barangsiapa yang melakukannya ketika panas
terik sebelum waktu yang dilarang shalat, itu lebih afdhal. [Lihat Majmu
Fatawa Ibni baz 11/395]

JUMLAH RAKA'AT SHALAT DHUHA
Mengenai jumlah raka'at shalat Dhuha, tidak ada batasannya menurut pendapat
shahih. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mewasiatkan dilakukannya
dua raka'at pada waktu Dhuha serta menjelaskan keutamannya.[Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari no. 1981, Muslim no. 820-821, telah ditakhrij]

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah
pernah melakukan shalat Dhuha enam rakaat. [Hadits Jabir dikeluarkan oleh
Ath-Thabrani dalam Al-Ausath no.1066, 1067 (Majma Al-Bahrain) 1/276 dan
At-Tirmidzi dalam Asy-Syama'il (ringkasan Al-Albani) no. 245 dan Al-Albani
mengatakan shahih didalamnya hal.156, Irwa Al-Ghalil no.463 dan beliau
menuturkan jalannya yang banyak, rujuklah kesana karena beliau memastikan
keshahihannya, 2/217].

Dari Ummu Hani binti Abi Thalib juga diriwayatkan dengan shahih bahwa Nabi
pernah shalat di rumah Ummu Hani pada hari pembebasan kota Mekkah sebanyak
delapan raka'at setelah matahri meninggi mulai siang. Ummu Hani menyebutkan
: "Belum pernah kulihat beliau shalat lebih ringkas dari shalat itu, namun
beliau tetap menyempurnakan ruku dan sujud.[Muttafaq 'alaih, Al-Bukhari
dalam kitab Taqsir Ash-Shalah, bab orang yang shalat sunnah dalam safar
selain sesudah dan sebelum shalat fardhu no.1103. Muslim dalam kitab Shalat
Al-Musafirin bab Istihbab Shalat Adh-Dhuha, no. 336]

Lebih jelasnya silakan membaca buku Kumpulan Shalat Sunnah dan
Kutamaannya oleh Dr.Said bin Ali bin Wahf Al-Qathhani

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM HAL PAKAIAN WANITA DAN PRIA

1. Mengenakan pakaian yang sempit, transparan (tembus pandang) dan yang membuat orang tertarik untuk memandang.

Ini jelas haram. Setiap muslimah dilarang memakai pakaian yang sempit dan memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh, juga pakaian tipis yang menampakkan warna kulit dan pakaian lain secara umum yang membuat orang terutama laki-laki tertarik untuk memandangnya. Ironinya, kenyataan ini menimpa mayoritas kaum muslimah. Allah berfirman: "Dan janganlah wanita-wanita muslimah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada para suami mereka." (An-Nur: 31). "Dan janganlah mereka (wanita-wanita muslimah) memukulkan kaki-kaki mereka untuk diketahui apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka." (An-Nur: 31). Jika memperdengarkan suara perhiasan seperti gelang kaki atau perhiasan sejenisnya yang tersembunyi tidak dibolehkan, maka bagaimana pula dengan perhiasan yang tampak nyata, lebih dari itu bagaimana halnya dengan menampakkan lengan tangan, dada, betis bahkan paha?

2. Mengenakan pakaian yang terbuka dari bawah, atau tidak menutupi betis, dua telapak kaki, punggung, mengenakan celana pendek juga pakaian-pakaian yang menampakkan kecantikan wanita di hadapan laki-laki bukan mahramnya.

Hal ini tidak boleh dilakukan oleh wanita di hadapan laki-laki bukan mahramnya, baik di dalam maupun di luar rumah. Tetapi ironinya, pakaian jenis inilah yang membudaya di kalangan yang mengaku dirinya muslimah. Para wanita itu tidak menyadari bahwa pakaiannya tersebut merupakan jenis kemungkaran yang besar, bahkan ia salah satu penyebab terbesar bagi timbulnya berbagai tindak perkosaan dan kriminalitas. Yang lebih mengherankan, seakan jenis pakaian ini terutama di kota sudah demikian diterima masyarakat, sehingga jarang bahkan tak terdengar upaya mengingatkan kaum muslimah dari pakaiannya yang jauh dari Islam tersebut, baik lewat media massa maupun elektronik. Bahkan yang digelar di berbagai stasiun telivisi adalah pakaian-pakaian seronok dan telanjang, dan itu yang dilahap oleh kaum muslimah setiap hari sebagai panutan.

Sesungguhnya munculnya keadaan ini telah pernah disinyalir oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam . Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua (jenis manusia) dari ahli Neraka yang aku belum melihatnya sekarang yaitu; kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundaknya dan berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk onta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, dan sungguh wangi Surga telah tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim, shahih).

3. Mengenakan pakaian yang berlengan pendek, termasuk di dalamnya mengenakan kaos sehingga menampakkan kedua lengan tangan.

Ini jelas haram karena tidak menutup aurat. Tetapi betapa banyak wanita muslimah yang tidak memperhatikan masalah ini, sehingga mereka mengenakan pakaian tersebut di jalan-jalan, di pasar dan di tempat-tempat umum. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wanita adalah aurat, maka jika ia keluar setan membuatnya indah (dalam pandangan laki-laki)." (HR. At-Tirmidzi, hasan shahih). Yakni setan membuat segenap mata memandang kepada si wanita sehingga menimbulkan fitnah.

4. Mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian laki-laki, baik dalam bentuk maupun ciri-cirinya.

Ini adalah dilarang. Wanita memiliki pakaian khusus dengan segenap ciri-cirinya, dan laki-laki juga memiliki pakaian yang khusus, yang membedakannya dari pakaian wanita. Dan wanita tidak diperbolehkan menyerupai laki-laki dalam hal pakaian, penampilan dan cara berjalan. Dalam hadits shahih disebutkan: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari, shahih). "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, sanad hadits ini shahih menurut syarat Muslim).

5. Mengenakan konde (sanggul) rambut, karena ia termasuk menyambung rambut.

Ketika acara walimah pernikahan atau acara-acara pesta lainnya banyak wanita muslimah yang berdandan dengan sanggul rambut. Ini adalah dilarang. Asma' binti Abi Bakar berkata, seorang wanita datang kepada Nabi `. Wanita itu berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai anak perempuan yang pernah terserang campak sehingga rambutnya rontok, kini ia mau menikah, bolehkah aku menyambung (rambut)nya? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Allah melaknat perempuan yang menyambung (rambut) dan yang meminta disambungkan rambutnya." (HR. Muslim). "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang wanita menyambung (rambut) kepalanya dengan sesuatu apapun." (HR. Muslim).

Termasuk dalam hal ini adalah mengenakan wig (rambut palsu) yang biasanya dipasangkan oleh perias-perias yang salon-salon mereka penuh dihiasi dengan berbagai kemungkaran. Kebanyakan orang-orang yang melakukan hal ini adalah kalangan artis, bintang film, pemain drama, teater juga wanita-wanita yang kurang percaya diri dan ingin tampil lebih. Mudah-mudahan Allah menunjuki mereka dan kita semua.

6. Mengecat kuku sehingga menghalangi air mengenai kulit ketika berwudhu.

Setiap kulit anggota wudhu tidak boleh terhalang oleh air, termasuk di dalamnya kuku. Mengenakan cat kuku menjadikan air terhalang mengenai kuku, sehingga wudhu menjadi tidak sah. Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, bila kalian hendak mendirikan shalat maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu hingga ke siku, dan usaplah (rambut) kepalamu dan kakimu hingga ke mata kaki." (Al-Maidah: 6). Biasanya yang mengecat kuku adalah para wanita, tetapi larangan ini berlaku umum, baik laki-laki maupun wanita.

7. Memakai kuku palsu atau memanjangkan kuku tangan dan kaki.

Ini adalah menyalahi fithrah, dan larangan ini berlaku umum, baik bagi laki-laki maupun wanita. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada lima fithrah; yaitu memotong rambut kemaluan, khitan, menggunting kumis, mencabut rambut ketiak dan memotong kuku." (Muttafaq alaih). Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata: "Kami diberi waktu dalam menggunting kumis, memo-tong kuku, mencabut bulu ketiak dan rambut kemaluan agar kami tidak membiarkannya lebih dari 40 malam." (HR. Muslim).

Meskipun bagi sementara orang, memanjangkan kuku ada manfaatnya, misalnya untuk keperluan-keperluan khusus, tetapi ia tidak menjadikan hukumnya berubah menjadi boleh. Karena itu setiap muslim harus menjaga agar kukunya tidak sampai panjang, segera memotongnya jika telah tumbuh. Adapun di antara hikmahnya adalah untuk menjaga kebersihan, sehingga ia merupakan salah satu tindakan penjagaan.

8. Tidak memakai kerudung (penutup kepala).

Malapetaka besar yang dipropagandakan oleh kaum sekuler dan murid-murid orientalis adalah pendapat bahwa kerudung (penutup kepala) hanyalah kebudayaan Arab belaka, tidak merupakan perintah syari'at. Oleh mereka yang terbiasa tidak memakai kerudung, pendapat ini merupakan legitimasi dan pembenaran terhadap perbuatan mungkar mereka. Sedangkan mereka yang masih labil dan perlu pembinaan, mereka menjadi bimbang, tetapi biasanya mereka lebih mudah mengikuti trend yang ada. La haula wala quwwata illaa billah. Tidak seorang ulama salaf pun yang berpendapat kerudung (penutup kepala) bukan perintah agama. Pendapat aneh ini hanya terjadi di kalangan cendekiawan muslim yang jauh dari tuntunan salaf. Dan dalil masalah ini sebagaimana disebutkan dalam pembahasan-pembahasan terdahulu.

9. Tidak memakai kaos kaki, sehingga tampak telapak kakinya.

Bagi sebagian muslimah yang ta'at memakai pakaian muslimah pun, terkadang masalah ini dianggap sepele. Telapak kaki termasuk aurat, karena itu ia harus ditutupi, membiarkannya kelihatan berarti kemungkaran dan dosa. Dalil masalah ini sebagaimana disebutkan dalam masalah-masalah terdahulu.

Wanita pada dasarnya sangat senang dipuji, baik kecantikannya, kelembutannya dan sifat-sifat indahnya yang lain. Tetapi banyak yang terperosok jauh, ingin dipuji kecantikannya, meski dengan resiko membuka aurat, agar tampak lebih indah mempesona. Ingatlah, wanita adalah sumber fitnah. Dan fitnah terbesar dari wanita adalah soal auratnya. Kaum muslimah yang menutup aurat secara syar'i berarti telah memberikan sumbangan terbesar bagi tertutupnya sumber fitnah. Karena itu, berhati-hatilah wahai kaum muslimah dalam hal berpakaian! (ain).

Kesalahan-kesalahan Dalam Hal Pakaian Laki-Laki

1. Isbal.

Isbal yaitu menurunkan atau memanjang-kan pakaian hingga di bawah mata kaki. Larangan isbal bersifat umum untuk seluruh jenis pakaian, baik celana panjang, sarung, gamis, mantel atau pakaian lainnya. Ironinya, larangan ini dianggap remeh oleh kebanyakan umat Islam, padahal dalam pandangan Allah ia merupakan masalah besar. Rasulullah ` bersabda: "Kain yang memanjang hingga di bawah mata kaki tempatnya di Neraka." (HR. Al-Bukhari, shahih). Ancaman bagi musbil (orang yang melakukan isbal ) dengan Neraka tersebut sifatnya adalah muthlak dan umum, baik dengan maksud takabur atau tidak. Jika isbal tersebut dilakukan dengan maksud takabur maka ancamannya lebih besar. Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda: "Pada hari Kiamat, Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret bajunya (musbil, ketika di dunia) karena takabur." (Muttafaq Alaih, shahih).

Dan secara tegas Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam melarang kita kaum laki-laki melakukan isbal. Beliau Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda: "Dan tinggikanlah kainmu hingga separuh betis, jika engkau enggan maka hingga mata kaki. Dan jauhilah olehmu memanjangkan kain di bawah mata kaki, karena ia termasuk kesombongan, dan sungguh Allah tidak menyukai kesombongan." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dengan sanad shahih , At-Tirmidzi berkata, hadits ini hasan shahih).

Hadits di atas memberi kata putus terhadap orang yang beralasan bahwa memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki dibolehkan asal tidak karena sombong. Ini adalah alasan batil dan dicari-cari untuk pembenaran kebiasaan mereka yang menyalahi sunnah. Hadits di atas dengan tegas memasukkan perbuatan isbal sebagai sikap sombong, apatah lagi jika memang isbal-nya itu diniati untuk sombong. Maka pantaslah ancamannya sangat berat. Dan fakta menunjukkan, laki-laki yang musbil itu, memanglah pada umumnya untuk bergaya yang di dalamnya ada unsur bangga diri dan sombong. Buktinya kebanyakan mereka menganggap kampungan, kolot dan udik serta melecehkan saudara-saudara mereka yang mengenakan pakaian di atas mata kaki, padahal itulah yang diperintahkan syari'at.

Adapun kaum wanita, mereka diwajibkan menutupi tubuhnya hingga di bawah mata kaki, karena ia termasuk aurat. Namun pada umumnya, yang dipraktikkan umat Islam di zaman ini adalah sebaliknya. Laki-laki memakai pakaian hingga di bawah mata kaki, sedang wanita pakaiannya jauh di atas mata kaki. Na'udzubillah, dan kepada Allah kita memohon keselamatan.

2. Mengenakan pakaian tipis dan ketat.

Dalam kaca mata syari'at, jika bahan-bahan pakaian itu sangat tipis sehingga menampakkan aurat, lekuk-lekuk tubuh atau sejenisnya maka pakaian itu tidak boleh dikenakan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurun-kan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan." (Al-A'raf: 26).

Tetapi jika pakaian itu tidak menampakkan aurat dan lekuk-lekuk tubuh maka hal itu tidak mengapa. Namun jika pakaian itu menyerupai dan menunjukkan identitas pakaian orang kafir maka ia tidak dibolehkan.

3. Mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian wanita.

Di antara fithrah yang disyari'atkan Allah kepada hambaNya yaitu agar laki-laki menjaga sifat kelelakiannya dan wanita menjaga sifat kewanitaannya seperti yang telah diciptakan Allah. Jika hal itu dilanggar, maka yang terjadi adalah kerusakan tatanan hidup di masyarakat. Dalam hadits shahih disebutkan: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari).

Sebagian ulama' berkata, 'Yang dimaksud menyerupai dalam hadits tersebut adalah dalam hal pakaian, berdandan, sikap, gerak-gerik dan sejenisnya, bukan dalam berbuat kebaikan.' Karena itu, termasuk dalam larangan ini adalah larangan menguncir rambut, memakai anting-anting, kalung, gelang kaki dan sejenisnya bagi laki-laki, sebab hal-hal tersebut adalah kekhususan bagi wanita. Rasulullah ` bersabda: "Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki." (HR. Abu Daud, Shahihul Jami' , 5071) .

4. Mengenakan pakaian modis yang sedang nge-trend.

Saat ini sebagian umat Islam, terutama kaum mudanya sering tergila-gila dengan mode pakaian yang sedang in (nge-trend ) atau pakaian yang dikenakan oleh para bintang dan idola mereka. Seperti pakaian bergambar penyanyi, kelompok-kelompok musik, botol dan cawan arak, gambar-gambar makhluk hidup, salib atau lambang-lambang club-club dan organisasi-organisasi non Islam, juga slogan-slogan kotor yang tidak lagi memperhitungkan kehormatan dan kebersihan diri, yang biasanya ditulis di punggung pakaian atau kaos dengan bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa asing.

Pada umumnya para pemakai pakaian-pakaian tersebut merasa bangga dengan pakaiannya, bahkan dengan maksud untuk memperoleh popularitas karena pakaiannya yang aneh tersebut. Padahal Nabi ` bersabda: "Barangsiapa mengenakan pakaian (untuk memper-oleh) popularitas di dunia, niscaya Allah mengenakan kepadanya pakaian kehinaan pada hari Kiamat." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar, hasan).

Imam Asy-Syaukani berkata, 'Hadits di atas menunjuk-kan diharamkannya mengenakan pakaian untuk meraih popularitas. Dan larangan tersebut tidak khusus terhadap pakaian untuk popularitas, tetapi termasuk juga pakaian yang menyelisihi pakaian masyarakat pada umumnya (yang bertentangan dengan agama/etika). Jika pakaian itu untuk maksud popularitas, maka tidak ada bedanya antara pakaian yang mahal atau kumal, sesuai dengan yang dikenakan orang pada umumnya atau tidak, sebab pengharaman tersebut berporos pada (niat) popularitas.'

5. Mengenakan pakaian yang tidak menutupi aurat.

Seperti memakai celana pendek atau pakaian olah raga lainnya yang menampakkan paha. Aurat laki-laki adalah dari pusar hingga dua lutut kaki. Karena itu, paha termasuk aurat. Setiap muslim diperintahkan menutup dan menjaga auratnya kecuali di depan isteri atau hamba sahayanya. Ketika Rasulullah ` melihat sahabat Ma'mar tersingkap pahanya, beliau ` bersabda: "Wahai Ma'mar, tutupilah pahamu, karena paha adalah aurat." (HR. Ahmad). "Jagalah auratmu kecuali dari isterimu atau hamba sahayamu." (HR. Imam lima kecuali An-Nasa'i dengan sanad hasan).

6. Tidak memperhatikan masalah pakaian ketika masuk masjid.

Sebagian orang yang akan menunaikan shalat berjama'ah tak peduli dengan pakaian yang dikenakannya, bahkan terkadang di luar kepatutan dan kepantasan. Misalnya masuk masjid dengan mengenakan jenis pakaian sebagaimana disebutkan pada poin keempat. Shalat adalah untuk menghadap kepada Allah, karena itu kita harus mengenakan pakaian yang bagus dan indah sebagaimana yang diperintahkan. Allah berfirman: "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al-A'raf: 31).

Disunnahkan pula agar kita memakai wangi-wangian ketika hendak ke masjid dan menghindari bau-bauan yang tidak sedap. Demikianlah yang dituntunkan dan dipraktikkan baginda Nabi ` dan para sahabatnya yang mulia.

7. Mengenakan pakaian bergambar makhluk bernyawa

Apalagi gambar orang-orang kafir, baik penyanyi, seniman, negarawan atau orang-orang terkenal lainnya. Mengenakan pakaian bergambar makhluk bernyawa adalah haram, baik gambar manusia atau hewan. Nabi Shalaluhu'alaihi Wa salam bersabda: "Setiap tukang gambar ada di Neraka, Allah mencipta-kan untuknya (dari) setiap gambar yang ia bikin sebuah nyawa, lalu mereka menyiksanya di Neraka Jahannam." (HR. Muslim). "Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang ada di dalamnya anjing dan gambar-gambar." (HR. Al-Bukhari).

Adapun gambar orang-orang kafir maka memakai atau menggunakannya madharatnya akan semakin besar, sebab akan mengakibatkan pengagungan terhadap mereka.

8. Laki-laki menggunakan perhiasan emas dan kain sutera.

Saat ini banyak kita jumpai barang-barang perhiasan untuk laki-laki yang terbuat dari emas. Seperti jam tangan, kaca mata, kancing baju, pena, rantai, cincin dan sebagainya. Ada pula yang merupakan hadiah dalam suatu pertandingan, misalnya sepatu emas dan lainnya.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam melihat cincin emas di tangan seorang laki-laki, serta merta beliau mencopot lalu membuangnya, seraya bersabda: "Salah seorang dari kamu sengaja (pergi) ke bara api, kemudian mengenakannya di tangannya!' Setelah Rasulullah ` pergi, kepada laki-laki itu dikatakan, 'Ambillah cincinmu itu dan manfaatkanlah!' Ia menjawab, 'Demi Allah, selamanya aku tidak akan mengambilnya, karena Rasulullah ` telah membuangnya." (HR. Muslim, 3/1655).<p> </p>Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Dihalalkan emas dan sutera itu untuk kaum wanita dari kaumku dan diharamkan keduanya bagi kaum prianya dari mereka." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i, shahih). (ain). 

HUKUM NIKAH DALAM KEADAAN HAMIL

Pertanyaan :

1. Bagaimanakah hukumnya pernikahan yang dilaksanakan ketika wanita
yang dinikahi dalam keadaan hamil?
2. Bila sudah terlanjur menikah, apakah yang harus dilakukan? Apakah
harus cerai dulu, kemudian menikah lagi atau langsung menikah lagi
tanpa harus bercerai terlebih dahulu?
3. Dalam hal ini apakah masih diperlukan mas kawin (mahar)?

Jawab :

Kami jawab –dengan meminta pertolongan dari Allah Al-'Alim Al-Hakim

sebagai berikut :
1. Perempuan yang dinikahi dalam keadaan hamil ada dua macam :
Satu : Perempuan yang diceraikan oleh suaminya dalam keadaan hamil.
Dua : Perempuan yang hamil karena melakukan zina sebagaimana yang
banyak terjadi di zaman ini –Wal 'iyadzu billah- mudah-mudahan Allah
menjaga kita dan seluruh kaum muslimin dari dosa terkutuk ini.

Adapun perempuan hamil yang diceraikan oleh suaminya, tidak boleh
dinikahi sampai lepas 'iddah nya. Dan 'iddah-nya ialah sampai ia
melahirkan sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu 'iddah mereka sampai mereka
melahirkan kandungannya". (QS. Ath-Tholaq : 4).

Dan hukum menikah dengan perempuan hamil seperti ini adalah haram dan
nikahnya batil tidak sah sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala :
"Dan janganlah kalian ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah
sebelum habis 'iddahnya". (QS. Al-Baqarah : 235).

Berkata Ibnu Katsir dalam tafsir-nya tentang makna ayat ini : "Yaitu
jangan kalian melakukan akad nikah sampai lepas 'iddah-nya". Kemudian
beliau berkata : "Dan para 'ulama telah sepakat bahwa akad tidaklah
sah pada masa 'iddah".
Lihat : Al-Mughny 11/227, Takmilah Al-Majmu' 17/347-348, Al-Muhalla
10/263 dan Zadul Ma'ad 5/156.

Adapun perempuan hamil karena zina, kami melihat perlu dirinci lebih
meluas karena pentingnya perkara ini dan banyaknya kasus yang terjadi
diseputarnya. Maka dengan mengharap curahan taufiq dan hidayah dari
Allah Al-'Alim Al-Khabir, masalah ini kami uraikan sebagai berikut :
Perempuan yang telah melakukan zina menyebabkan dia hamil atau tidak,
dalam hal bolehnya melakukan pernikahan dengannya terdapat persilangan
pendapat dikalangan para 'ulama.

Secara global para 'ulama berbeda pendapat dalam pensyaratan dua
perkara untuk sahnya nikah dengan perempuan yang berzina.
Syarat yang pertama : Bertaubat dari perbuatan zinanya yang nista.
Dalam pensyaratan taubat ada dua pendapat dikalangan para 'ulama :
Satu : Disyaratkan bertaubat. Dan ini merupakan madzhab Imam Ahmad dan
pendapat Qatadah, Ishaq dan Abu 'Ubaid.
Dua : Tidak disyaratkan taubat. Dan ini merupakan pendapat Imam Malik,
Syafi'iy dan Abu Hanifah.

Tarjih
Yang benar dalam masalah ini adalah pendapat pertama yang mengatakan
disyaratkan untuk
bertaubat.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa 32/109 :
"Menikahi perempuan pezina adalah haram sampai ia bertaubat, apakah
yang menikahinya itu adalah yang menzinahinya atau selainnya. Inilah
yang benar tanpa keraguan".
Tarjih diatas berdasarkan firman Allah 'Azza Wa Jalla :

"Laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang
berzina atau perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak
dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik.
Dan telah diharamkan hal tersebut atas kaum mu`minin". (QS. An-Nur : 3).

Dan dalam hadits 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya 'Abdullah
bin 'Amr bin 'Ash, beliau berkata :
"Sesungguhnya Martsad bin Abi Martsad Al-Ghonawy membawa tawanan
perang dari Makkah dan di Makkah ada seorang perempuan pelacur disebut
dengan (nama) 'Anaq dan ia adalah teman (Martsad). (Martsad) berkata :
"Maka saya datang kepada Nabi shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa
sallam lalu saya berkata : "Ya Rasulullah, Saya nikahi 'Anaq ?".
Martsad berkata : "Maka beliau diam, maka turunlah (ayat) : "Dan
perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang
berzina atau laki-laki musyrik". Kemudian beliau memanggilku lalu
membacakannya padaku dan beliau berkata : "Jangan kamu nikahi dia".
(Hadits hasan, riwayat Abu Daud no. 2051, At-Tirmidzy no. 3177,
An-Nasa`i 6/66 dan dalam Al-Kubra 3/269, Al-Hakim 2/180, Al-Baihaqy
7/153, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 1745 dan disebutkan oleh Syeikh
Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shohih Al-Musnad Min Asbabin Nuzul).

Ayat dan hadits ini tegas menunjukkan haram nikah dengan perempuan pezina. Namun hukum haram tersebut bila ia belum bertaubat. Adapun kalau ia telah bertaubat maka terhapuslah hukum haram nikah dengan perempuan pezina tersebut berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam :

"Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak ada dosa
baginya". (Dihasankan oleh Syeikh Al-Albany dalam Adh-Dho'ifah 2/83
dari seluruh jalan-jalannya)
Adapun para 'ulama yang mengatakan bahwa kalimat 'nikah' dalam ayat
An-Nur ini bermakna jima' atau yang mengatakan ayat ini mansukh
(terhapus hukumnya) ini adalah pendapat yang jauh dan pendapat ini
(yaitu yang mengatakan bermakna jima' atau mansukh) telah dibantah
secara tuntas oleh Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa 32/112-116. Dan
pendapat yang mengatakan haram nikah dengan perempuan pezina sebelum
bertaubat, ini pula yang dikuatkan Asy-Syinqithy dalam Adwa Al-Bayan
6/71-84 dan lihat Zadul Ma'ad 5/114-115.
Dan lihat permasalahan di atas dalam : Al-Ifshoh 8/81-84, Al-Mughny
9/562-563 (cet. Dar 'Alamil Kutub), dan Al-Jami' Lil Ikhtiyarat
Al-Fiqhiyah 2/582-585.

Catatan :
Sebagian 'ulama berpendapat bahwa perlu diketahui kesungguhan taubat
perempuan yang berzina ini dengan cara dirayu untuk berzina kalau ia
menolak berarti taubatnya telah baik. Pendapat ini disebutkan oleh
Al-Mardawy dalam Al-Inshof 8/133 diriwayatkan dari 'Umar dan Ibnu
'Abbas dan pendapat Imam Ahmad. Dan Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa
32/125 kelihatan condong ke pendapat ini.
Tapi Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny 9/564 berpendapat lain, beliau
berkata : "Tidak pantas bagi seorang muslim mengajak perempuan untuk
berzina dan memintanya. Karena permintaannya ini pada saat berkhalwat
(berduaan) dan tidak halal berkhalwat dengan Ajnabiyah (perempuan
bukan mahram) walaupun untuk mengajarinya Al-Qur'an maka bagaimana
(bisa) hal tersebut dihalalkan dalam merayunya untuk berzina ?".

Maka yang benar adalah ia bertaubat atas perbuatan zinanya sebagaimana
ia bertaubat kalau melakukan dosa besar yang lainnya. Yaitu dengan
lima syarat :
1. Ikhlash karena Allah.
2. Menyesali perbuatannya.
3. Meninggalkan dosa tersebut.
4. Ber'azam dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulanginya.
5. Pada waktu yang masih bisa bertaubat seperti sebelum matahari
terbit dari Barat dan sebelum ruh sampai ke tenggorokan.
Dan bukan disini tempat menguraikan dalil-dalil lima syarat ini.
Wallahu A'lam.

Syarat Kedua : Telah lepas 'iddah.
Para 'ulama berbeda pendapat apakah lepas 'iddah, apakah merupakan
syarat bolehnya menikahi perempuan yang berzina atau tidak, ada dua
pendapat :
Pertama : Wajib 'iddah.
Ini adalah pendapat Hasan Al-Bashry, An-Nakha'iy, Rabi'ah bin
'Abdurrahman, Imam Malik, Ats-Tsaury, Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih.
Kedua : Tidak wajib 'iddah.
Ini adalah pendapat Imam Syafi'iy dan Abu Hanifah, tapi ada perbedaan
antara mereka berdua pada satu hal, yaitu menurut Imam Syafi'iy boleh
untuk melakukan akad nikah dengan perempuan yang berzina dan boleh
ber-jima' dengannya setelah akad, apakah orang yang menikahinya itu
adalah orang yang menzinahinya itu sendiri atau selainnya. Sedangkan
Abu Hanifah berpendapat boleh melakukan akad nikah dengannya dan boleh
ber-jima' dengannya, apabila yang menikahinya adalah orang yang
menzinahinya itu sendiri. Tapi kalau yang menikahinya selain orang
yang menzinahinya maka boleh melakukan akad nikah tapi tidak boleh
ber-jima' sampai istibro` (telah nampak kosongnya rahim dari janin)
dengan satu kali haid atau sampai melahirkan kalau perempuan tersebut
dalam keadaan hamil.

Tarjih
Dan yang benar dalam masalah ini adalah pendapat pertama yang wajib
'iddah berdasarkan dalil-dalil berikut ini :
1. Hadits Abu Sa'id Al-Khudry radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Nabi
shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda tentang tawanan
perang Authos :
"Jangan dipergauli perempuan hamil sampai ia melahirkan dan jangan
(pula) yang tidak hamil sampai ia telah haid satu kali". (HR. Ahmad
3/62,87, Abu Daud no. 2157, Ad-Darimy 2/224 Al-Hakim 2/212, Al-Baihaqy
5/329, 7/449, Ath-Thobarany dalam Al-Ausath no. 1973 dan Ibnul Jauzy
dalam At-Tahqiq no. 307 dan di dalam sanadnya ada rowi yang bernama
Syarik bin 'Abdullah An-Nakha'iy dan ia lemah karena hafalannya yang
jelek tapi hadits ini mempunyai dukungan dari jalan yang lain dari
beberapa orang shohabat sehingga dishohihkan dari seluruh
jalan-jalannya oleh Syeikh Al-Albany dalam Al-Irwa` no. 187).

2. Hadits Ruwaifi' bin Tsabit radhiyallahu 'anhu dari Nabi shollallahu
'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, beliau bersabda :
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka jangan ia
menyiramkan airnya ke tanaman orang lain". (HR. Ahmad 4/108, Abu Daud
no. 2158, At-Tirmidzi no. 1131, Al-Baihaqy 7/449, Ibnu Qoni' dalam
Mu'jam Ash-Shohabah 1/217, Ibnu Sa'ad dalam Ath-Thobaqot 2/114-115,
Ath-Thobarany 5/no.4482 dihasankan oleh Syeikh Al-Albany dalam
Al-Irwa` no. 2137).

3. Hadits Abu Ad-Darda` riwayat Muslim dari Nabi shollallahu 'alaihi
wa 'ala alihi wa sallam :
"Beliau mendatangi seorang perempuan yang hampir melahirkan di pintu
Pusthath. Beliau bersabda : "Barangkali orang itu ingin menggaulinya
?". (Para sahabat) menjawab : "Benar". Maka Rasulullah shollallahu
'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda : "Sungguh saya telah
berkehendak untuk melaknatnya dengan laknat yang dibawa ke kuburnya.
Bagaimana ia mewarisinya sedangkan itu tidak halal baginya dan
bagaimana ia memperbudakkannya sedang ia tidak halal baginya".

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah : "Dalam (hadits) ini ada dalil yang
sangat jelas akan haramnya menikahi perempuan hamil, apakah hamilnya
itu karena suaminya, tuannya (kalau ia seorang budak-pent.), syubhat
(yaitu nikah dengan orang yang haram ia nikahi karena tidak tahu atau
karena ada kesamar-samaran-pent.) atau karena zina".

Nampaklah dari sini kuatnya pendapat yang mengatakan wajib 'iddah dan
pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim,
Asy-Syinqithy, Syaikh Ibnu Baz dan Al-Lajnah Ad-Daimah (Lembaga Fatwa
Saudi Arabia). Wallahu A'lam.

Catatan :
Nampak dari dalil-dalil yang disebutkan di atas bahwa perempuan hamil
karena zina tidak boleh dinikahi sampai melahirkan, maka ini 'iddah
bagi perempuan yang hamil karena zina dan ini juga ditunjukkan oleh
keumuman firman Allah 'Azza Wa Jalla :
"Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu 'iddah mereka sampai mereka
melahirkan kandungannya". (QS. Ath-Tholaq : 4).

Adapun perempuan yang berzina dan belum nampak hamilnya, 'iddahnya
diperselisihkan oleh para 'ulama yang mewajibkan 'iddah bagi perempuan
yang berzina. Sebagian para 'ulama mengatakan bahwa 'iddahnya adalah
istibro` dengan satu kali haid. Dan 'ulama yang lainnya berpendapat :
tiga kali haid yaitu sama dengan 'iddah perempuan yang ditalak.

Dan yang dikuatkan oleh Imam Malik dan Ahmad dalam satu riwayat adalah
cukup dengan istibro` dengan satu kali haid. Dan pendapat ini yang
dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah berdasarkan hadits Abu Sa'id Al-Khudry di
atas. Dan 'iddah dengan tiga kali haid hanya disebutkan dalam
Al-Qur'an bagi perempuan yang ditalak (diceraikan) oleh suaminya
sebagaimana dalam firman Allah Jalla Sya`nuhu :

"Dan wanita-wanita yang dithalaq (hendaknya) mereka menahan diri
(menunggu) selama tiga kali quru`(haid)". (QS. Al-Baqarah : 228).

Kesimpulan Pembahasan :
1. Tidak boleh nikah dengan perempuan yang berzina kecuali dengan dua
syarat yaitu, bila perempuan tersebut telah bertaubat dari perbuatan
nistanya dan telah lepas 'iddah-nya.
2. Ketentuan perempuan yang berzina dianggap lepas 'iddah adalah
sebagai berikut :
• Kalau ia hamil, maka 'iddahnya adalah sampai melahirkan.
• Kalau ia belum hamil, maka 'iddahnya adalah sampai ia telah haid
satu kali semenjak melakukan perzinahan tersebut. Wallahu Ta'ala A'lam.

Lihat pembahasan di atas dalam : Al-Mughny 9/561-565, 11/196-197,
Al-Ifshoh 8/81-84, Al-Inshof 8/132-133, Takmilah Al-Majmu' 17/348-349,
Raudhah Ath-Tholibin 8/375, Bidayatul Mujtahid 2/40, Al-Fatawa
32/109-134, Zadul Ma'ad 5/104-105, 154-155, Adwa` Al-Bayan 6/71-84 dan
Jami' Lil Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah Lisyaikhil Islam Ibnu Taimiyah
2/582-585, 847-850.

2. Telah jelas dari jawaban di atas bahwa perempuan yang hamil, baik
hamil karena pernikahan sah, syubhat atau karena zina, 'iddahnya
adalah sampai melahirkan. Dan para 'ulama sepakat bahwa akad nikah
pada masa 'iddah adalah akad yang batil lagi tidak sah. Dan kalau
keduanya tetap melakukan akad nikah dan melakukan hubungan suami-istri
setelah keduanya tahu haramnya melakukan akad pada masa 'iddah maka
keduanya dianggap pezina dan keduanya harus diberi hadd (hukuman)
sebagai pezina kalau negara mereka menerapkan hukum Islam, demikian
keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny 11/242.

Kalau ada yang bertanya : "Setelah keduanya berpisah, apakah boleh
keduanya kembali setelah lepas masa 'iddah?".
Jawabannya adalah Ada perbedaan pendapat dikalangan para 'ulama.
Jumhur (kebanyakan) 'ulama berpendapat : "Perempuan tersebut tidak
diharamkan baginya bahkan boleh ia meminangnya setelah lepas 'iddah-nya".
Dan mereka diselisihi oleh Imam Malik, beliau berpendapat bahwa
perempuan telah menjadi haram baginya untuk selama-lamanya. Dan beliau
berdalilkan dengan atsar 'Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu yang
menunjukkan hal tersebut. Dan pendapat Imam Malik ini juga merupakan
pendapat dulu dari Imam Syafi'iy tapi belakangan beliau berpendapat
bolehnya menikah kembali setelah dipisahkan. Dan pendapat yang
terakhir ini zhohir yang dikuatkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir-nya
dan beliau melemahkan atsar 'Umar yang menjadi dalil bagi Imam Malik
bahkan Ibnu Katsir juga membawakan atsar yang serupa dari 'Umar bin
Khaththab radhiyallahu 'anhu yang menunjukkan bolehnya. Maka sebagai
kesimpulan pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah boleh keduanya
menikah kembali setelah lepas 'iddah. Wal 'Ilmu 'Indallah.
Lihat : Tafsir Ibnu Katsir 1/355 (Darul Fikr).

3. Laki-laki dan perempuan hamil yang melakukan pernikahan dalam
keadaan keduanya tahu tentang haramnya menikahi perempuan hamil
kemudian mereka berdua tetap melakukan jima' maka keduanya dianggap
berzina dan wajib atas hukum hadd kalau mereka berdua berada di negara
yang diterapkan di dalamnya hukum Islam dan juga tidak ada mahar bagi
perempuan tersebut.
Adapun kalau keduanya tidak tahu tantang haramnya menikahi perempuan
hamil maka ini dianggap nikah syubhat dan harus dipisahkan antara
keduanya karena tidak sahnya nikah yang seperti ini sebagaimana yang
telah diterangkan.
Adapun mahar, si perempuan hamil ini berhak mendapatkan maharnya kalau
memang belum ia ambil atau belum dilunasi.
Hal ini berdasarkan hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah
shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda :

"Perempuan mana saja yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya
batil, nikahnya batil, nikahnya batil, dan apabila ia telah masuk
padanya (perempuan) maka baginya mahar dari dihalalkannya kemaluannya,
dan apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi yang
tidak mempunyai wali". (HR. Syafi'iy sebagaimana dalam Munadnya
1/220,275, dan dalam Al-Umm 5/13,166, 7/171,222, 'Abdurrazzaq dalam
Mushonnafnya 6/195, Ibnu Wahb sebagaimana dalam Al-Mudawwah Al-Kubra
4/166, Ahmad 6/47,66,165, Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya 2/no.
698, Ibnu Abi Syaibah 3/454, 7/284, Al-Humaidy dalam Musnadnya 1/112,
Ath-Thoyalisy dalam Musnadnya no. 1463, Abu Daud no. 2083, At-Tirmidzi
no. 1102, Ibnu Majah no. 1879, Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo no. 700,
Sa'id bin Manshur dalam sunannya 1/175, Ad-Darimy 2/185, Ath-Thohawy
dalam Syarah Ma'any Al-Atsar 3/7, Abu Ya'la dalam Musnadnya no.
4682,4750,4837, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no. 4074,
Al-Hakim 2/182-183, Ad-Daruquthny 3/221, Al-Baihaqy 7/105,124,138,
10/148, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 6/88, As-Sahmy dalam Tarikh
Al-Jurjan hal. 315, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 1654 dan Ibnu
'Abbil Barr dalam At-Tamhid 19/85-87 dan dishohihkan oleh Al-Albany
dalam Al-Irwa` no.1840).

Nikah tanpa wali hukumnya adalah batil tidak sah sebagaimana nikah di
masa 'iddah hukumnya batil tidak sah. Karena itu kandungan hukum dalam
hadits mencakup semuanya.
Demikian rincian Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.

Adapun orang yang ingin meminang kembali perempuan hamil ini setelah
ia melahirkan, maka kembali diwajibkan mahar atasnya berdasarkan
keumuman firman Allah Ta'ala :
"Berikanlah kepada para perempuan (yang kalian nikahi) mahar mereka
dengan penuh kerelaan" (QS. An-Nisa` : 4).

Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Berikanlah kepada mereka mahar mereka sebagai suatu
kewajiban".(QS.An-Nisa` : 24)

KEUTAMAAN DAN HIKMAH SHOLAT

Sholat memiliki banyak keutamaan dan hikmah, di antaranya:

1. Sholat merupakan rukun Islam yang kedua dan merupakan rukun Islam yang terpenting setelah dua kalimat syahadat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسَةٍ : عَلَى أَنْ يُوَحِّدَ اللهَ (وَ فِيْ رِوَايَةٍ عَلَى خَمْسٍ) شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ

“Islam dibangun atas lima perkara yaitu mentauhidkan Allah, dalam riwayat lain : bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji.” (HR. Bukhari I/12 no.8, dan Muslim I/45 no.19, dari Abdullah bin Umar rodhiyallahu anhuma)

2. Sholat merupakan media penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى يُنَاجِي رَبَّهُ

“Sesungguhnya seorang dari kamu jika sedang sholat, berarti ia sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Tuhannya”. (HR. Bukhari I/198 no.508, dari Anas bin Malik rodhiyallahu anhu)

3. Sholat adalah penolong dalam segala urusan penting. sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ

“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu”. (QS. Al Baqarah : 45)

4. Sholat adalah pencegah dari perbuatan maksiat dan kemungkaran, Sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَأَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Dan dirikanlah sholat karena sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. (QS. Al Ankabut : 45)

5. Sholat adalah cahaya bagi orang-orang yang beriman yang memancar dari dalam hatinya dan menyinari ketika di padang Mahsyar pada hari kiamat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

الصَّلاَةُ نُوْرٌ

“Sholat adalah cahaya ”. (HR. Muslim I/203 no.223, dari Abu Malik Al-Asy’ari rodhiyallahu anhu)

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَبُرْهَانًا وََنجَاةً يَوْمَ اْلقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang menjaga sholatnya niscaya ia kan menjadi cahaya, bukti dan penyelamat (baginya) pada hari kiamat.” (HR. Ahmad II/169 no.6576, dan Ibnu Hibban IV/329 no.1467, dari Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu anhu)

6. Sholat adalah kebahagiaan jiwa orang-orang yang beriman serta penyejuk hatinya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam:

جُعِلَتْ قُرَّةُ أَعْيُنِيْ فِي الصَّلاَةِ

“Dijadikan penyejuk hatiku di dalam sholat”. (HR. Ahmad III/128 no.12315, 12316, dan III/199 no.13079, dan Nasa’i VII/74 no.3950, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu)

7. Sholat adalah penghapus dosa-dosa dan pelebur segala kesalahan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيْهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ ؟ قَالُوْا : لاَ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَْءٌ .قَالَ : كَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ اْلخَطَايَا

“Apa pendapat kalian jika di depan pintu seseorang di antara kalian terdapat sungai, di dalamnya ia mandi lima kali sehari, apakah masih tersisa kotoran (di badannya) meski sedikit ?” Para shahabat menjawb : “Tentu tidak tersisa sedikit pun kotoran (di badannya)” Beliau berkata: “Demikian pula dengan sholat lima waktu, dengan sholat itu Allah menghapus dosa-dosa”. (HR. Bukhari I/197 no.505, dan Muslim I/462 no.667, dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu)

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَ رَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُمَا إِذَا اجْتُنِبَتِ اْلكَبَائِرُ

“Sholat lima waktu dan dari Jum’at ke Jum’at dan dari Romadhon ke Romadhon, merupakan pelebur (dosa kecil yang dilakukan) di antara keduanya, selama tidak melakukan dosa-dosa besar”. (HR. Muslim I/209 no.233, dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu)

8. Sholat merupakan tiang agama, barangsiapa yang menegakkannya maka ia telah menegakkan agama, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

رَأْسُ اْلأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُوْدُهَ الصَّلاَةُ وَذَرْوَةُ سَنَامِهَ الجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ

“Pokok dari perkara-perkara adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncak tertingginya adalah jihad di jalan Allah”. (HR. AT-Tirmidzi no.2616, Ibnu Majah II/1314 no.3973, dan Ahmad V/231 no.22069, dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhu)

9. Sholat merupakan pembeda antara orang yang beriman dengan orang yang kafir dan musyrik, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ اْلكُفْرِ وَالشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“Batas pemisah antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan sholat”. (HR. Muslim I/88 no.82, dari Jabir bin Abdullah rodhiyallahu anhu)

10. Sholat merupakan sebaik-baik amalan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

عِنْدَمَا سُئِلَ عَنْ أَيِّ اْلأَعْمَالِ أَفْضَلُ ؟ فَقَالَ : الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهاَ

Ketika beliau ditanya tentang amalan apa yang paling utama, maka beliau menjawab : “Sholat pada waktunya”. (HR. Bukhari I/197 no.504, dan Muslim I/89 no.85, dari Abdullah bin Mas’ud rodhiyallahu anhu)

11. Sholat adalah perkara pertama yang akan dihisab (diperhitungkan) pada setiap hamba, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

إنََّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاَةُ

“Sesungguhnya perkara pertama yang akan dihisab (diperhitungkan) dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah masalah sholat ”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud I/290 no.864, dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu)


 Ustadz Muhammad Wasitho LC. MA