Rabu, 13 Agustus 2014

KEUTAMAAN SHOLAT DHUHA

Permasalahan shalat Dhuha akan saya salinkan secara ringkas dari kitab
Shalatut Tatawwu' Mafhumun, wa Fadhailun, wa Aqsamun, wa Anwa'un, wa Adabun
fi Dhauil Kitabi wa Sunnah, edisi Indonesia Kumpulan Shalat Sunnah dan
Kutamaannya oleh Dr.Said bin Ali bin Wahf Al-Qathhani, penerbit Darul Haq

HUKUM SHALAT DHUHA
Shalat Dhuha hukumnya sunnah muakkad (yang ditekankan) [Majmu' Fatawa Imam
Abdul Aziz bin Baz, 11:399]. Karena Nabi melakukannya, menganjurkan para
sahabat beliau untuk melakukannya dengan menjadikannya sebagai wasiat.
Wasiat yang diberikan untuk satu orang oleh beliau, berarti juga wasiat
untuk seluruh umat, kecuali bila ada dalil yang menunjukkan kekhususan
hukumnya bagi orang tersebut. Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu yang menceritakan : "Kekasihku Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam memberi wasiat kepadaku dengan tiga hal yang tidak pernah
kutinggalkan hingga meninggal dunia : Puasa tiga hari dalam sebulan, dua
rakat'at shalat Dhuha, dan hanya tidur setelah melakukan shalat Witir"
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Oleh Al-Bukhari no. 1981.
Diriwayatkan oleh Muslim no. 721, telah ditahrij sebelum ini].

Imam An-Nawawi Rahimahullah mengunggulkan pendapat bahwa shalat Dhuha itu
hukumnya sunnah muakkad, setelah beliau membeberkan hadits-hadits dalam
persoalan itu. Beliau menyatakan : "Hadits-hadits itu semuanya sejalan,
tidak ada pertentangan diantaranya bila diteliti. Walhasil, bahwa shalat
Dhuha itu adalah sunnah muakkad" [Syarah An-Nawawi atas Shahih Muslim 5/237
dan lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar 3/57]

KEUTAMAAN SHALAT DHUHA
Teriwayatkan dalam hadits-hadits shahih di atas dan hadits-haits berikut.

1. Hadits Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam beliau bersabda.

"Artinya : Pada setiap pagi, setiap sendi tubuh bani Adam harus bersedekah.
Setiap tasbih bisa menjadi sedekah. Setiap tahmid bisa menjadi sedekah.
Setiap tahlil bisa menjadi sedekah. Setiap takbir bisa menjadi sedekah.
Setiap amar ma'ruf nahi munkar juga bisa menjadi sedekah. Semua itu dapat
digantikan dengan dua raka'at yang dilakukan pada waktu Dhuha" [Diriwayatkan
oleh Muslim dalam kitab Shalat Al-Musafirin wa-Qashriha, bab Istihbab Shalat
Adh-Dhuha no. 720].

5. Hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu tentang keutamaan shalat Dhuha
bagi orang yang duduk di masjid sesudah Shubuh hingga terbit matahari.
Rasulullah bersabda.

"Artinya : Barangsiapa melakukan shalat Shubuh berjama'ah, kemudian duduk
dan berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari, kemudian ia shalat dua
raka'at, ia akan memperoleh pahala ibadah haji dan umrah, sempurna, sempurna
dan sempurna" [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-Jum'at bab Ma
Dzukira Mimma Yustahabu Minal Julus fil Masjid ba'da Shalat Ash-Shubhi hatta
Tathlu'a Asy-Syamsu no. 586, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan
At-Tirmidzi 1/181 dan saya mendengar Al-Imam Ibnu Baz rahimahullah
menghasankannya karena banyak jalannya]

WAKTU SHALAT DHUHA
Waktu shalat Dhuha dari mulai meningginya matahari satu tombak hingga
sebelum matahari berada di tengah langit, sebelum tergelincir. Yang paling
afdhal, melakukan shalat itu ketika matahari sedang terik menyengat.
Dasarnya adalah hadits Zaid bin Arqam Radhiyallahu 'anhu yang menceritakan
bahwa Nabi bersabda.

"Artinya : Shalat orang-orang yang khusu' beribadah adalah pada waktu
anak-anak unta (fishal) kepanasan" [Tarmidhul Fishal, yaitu disaat terik
panas tiba sehingga anak unta merasa kepanasan kakinya, lihat Syarah
An-Nawawi atas Shahih Muslim 6/276]

Dalam lafazh lain disebutkan.
"Artinya : Shalat orang-orang yang khusu beribadah adalah ketika anak-anak
unta (fishal) kepanasan" [Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shalat
Al-Musafirin, bab Shalat Al-Awwabin hina Tarmidhul Fishal no. 748]

Barangsiapa yang melakukan shalat itu setelah matahari meninggi hingga satu
tombak, tidak mengapa. Namun barangsiapa yang melakukannya ketika panas
terik sebelum waktu yang dilarang shalat, itu lebih afdhal. [Lihat Majmu
Fatawa Ibni baz 11/395]

JUMLAH RAKA'AT SHALAT DHUHA
Mengenai jumlah raka'at shalat Dhuha, tidak ada batasannya menurut pendapat
shahih. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mewasiatkan dilakukannya
dua raka'at pada waktu Dhuha serta menjelaskan keutamannya.[Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari no. 1981, Muslim no. 820-821, telah ditakhrij]

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah
pernah melakukan shalat Dhuha enam rakaat. [Hadits Jabir dikeluarkan oleh
Ath-Thabrani dalam Al-Ausath no.1066, 1067 (Majma Al-Bahrain) 1/276 dan
At-Tirmidzi dalam Asy-Syama'il (ringkasan Al-Albani) no. 245 dan Al-Albani
mengatakan shahih didalamnya hal.156, Irwa Al-Ghalil no.463 dan beliau
menuturkan jalannya yang banyak, rujuklah kesana karena beliau memastikan
keshahihannya, 2/217].

Dari Ummu Hani binti Abi Thalib juga diriwayatkan dengan shahih bahwa Nabi
pernah shalat di rumah Ummu Hani pada hari pembebasan kota Mekkah sebanyak
delapan raka'at setelah matahri meninggi mulai siang. Ummu Hani menyebutkan
: "Belum pernah kulihat beliau shalat lebih ringkas dari shalat itu, namun
beliau tetap menyempurnakan ruku dan sujud.[Muttafaq 'alaih, Al-Bukhari
dalam kitab Taqsir Ash-Shalah, bab orang yang shalat sunnah dalam safar
selain sesudah dan sebelum shalat fardhu no.1103. Muslim dalam kitab Shalat
Al-Musafirin bab Istihbab Shalat Adh-Dhuha, no. 336]

Lebih jelasnya silakan membaca buku Kumpulan Shalat Sunnah dan
Kutamaannya oleh Dr.Said bin Ali bin Wahf Al-Qathhani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar